Latest Stories

Ferida

Dia seorang gadis kecil yang polos. Namanya adalah Ferida. Ia seorang gadis belia yang baru menginjak usia perawan. Ia memiliki wajah yang sangat cantik, kulit yang begitu sehat dan mulus, rambut panjang indah yang tergerai sampai pinggang, bibir merah bak gincu, dan senyuman yang manis memikat setiap pria yang melihatnya.

Suatu hari, Ferida berjalan mengitari halaman rumahnya. Ia terbiasa mengumpulkan bunga dan bermain bersama burung-burung, kancil, kelinci, dan terkadang bersama beberapa ekor angsa yang cantik. Siang itu merupakan hari yang sangat cerah. Pipi Ferida bersemu dengan cantiknya. Ia bersenandung kecil sambil berguling di hamparan rumput yang luas nan hijau.

Tiba-tiba sesosok bayangan datang menghampirinya. Ferida menatap mahluk itu penuh tanda tanya. Ia belum pernah melihat mahluk itu sebelumnya. Mahluk itu lalu duduk di sebelah Ferida. Entah mengapa Ferida merasa sangat senang bisa berkenalan dengan mahluk itu.

"Mama, aku bertemu dengan sesosok mahluk aneh."
"Oh ya? Bagaimana rupanya, Nak?"
"Entahlah, tidak begitu jelas. Ia berbeda sekali denganku. Aku tidak tahu mahluk apa itu. Yang jelas dia tidak sama denganku, ataupun teman-temanku."
"Oh. Mungkin itu binatang hutan, Nak. Apakah ia mengganggumu?"
"Tidak, Mama. Ia baik. Ia tidak galak. Apakah Ferida boleh berteman dengannya?"
Mama tersenyum dan mengangguk pelan seraya membelai rambut Ferida yang halus. Senyuman manis mengembang di wajah Ferida.

Keesokan harinya, Ferida kembali datang ke padang rumput pada jam yang sama. Lalu datanglah teman-teman Ferida, kelinci, kancil, merpati putih, dan beberapa ekor angsa cantik. Namun sesuatu yang aneh terjadi. Ferida tak lagi tertarik pada mereka. Beberapa kali si kelinci berusaha menggoda dan mengajak Ferida bermain, namun Ferida tak tertarik.
"Mungkin kamu ingin memetik bunga, Ferida?" tanya kancil yang cerdik. Biasanya ide kancil tak pernah buruk. Ferida mengiyakan itu. Lalu Ferida berjalan ke hamparan bunga dandelion. Bunga-bunga dandelion begitu putih, mulus, dan berbulu lebat. Ferida menatap bunga itu sesaat. Biasanya ia akan segera memetik sang dandelion lalu berlari hingga dandelion berterbangan kemana-mana. Tapi kali ini, Ferida sedang tak ingin melakukan hal itu. Entah mengapa. Sepertinya badan Ferida memanas. Ia sakit rupanya. Badannya terkena udara buruk.

***

Ferida sudah sembuh. Ia kembali memetik bunga, dan bercanda dengan teman-temannya. Hari semakin panas, Ferida lalu mengambil posisi di bawah pohon ara yang besar dan rindang. Ah, betapa nikmat udara sepoi-sepoi seperti ini, pikir Ferida. Tak lama kemudian, datanglah mahluk yang kemarin. Ferida terkejut. Tiba-tiba senyuman lebar terlihat di bibir Ferida. Mahluk itu datang dan bermain dengan Ferida. Ferida merasa sangat senang.

Mulai hari itu, Ferida selalu bertemu dengan mahluk itu. Ia mengenalkan sosok yang ia tak tahu namanya itu kepada teman-temannya. Mereka selalu bermain bersama. Namun biasanya mahluk itu mengajak Ferida bermain berdua. Memetik bunga, melempar batu ke kolam, berguling di rumput, dan lainnya, sama seperti yang biasa Ferida lakukan bersama teman-temannya. Hal ini yang membuat Ferida merasa hidupnya sangatlah sempurna. Ia selalu tersenyum dan bahagia. Ia sangat senang memiliki teman baru yang bisa diajaknya bergembira setiap hari.

***

Ferida dan mahluk itu semakin dekat. Teman-teman Ferida terkadang merasa sedih karena Ferida lebih memilih teman barunya itu. Ferida pun terlihat berbeda sekarang. Ia terlihat lebih dewasa. Buah dadanya lebih mengembang. Pipinya lebih memerah. Tingginya bertambah. Dan matanya pun semakin bulat besar. Ia menjadi sangat menawan.

Ternyata sudah beberapa bulan berlalu. Pantas saja Ferida bertambah dewasa. Dan hari-harinya sangat sempurna. Karena sahabat baru yang ia miliki itu...

***

Suatu malam, Ferida menangis tersedu-sedu. Ia tak kuasa menahan sesuatu yang menyelinap di hatinya. Ia merasa sesak, ada rongga di dadanya. Rasanya mual dan kepalanya pusing. Mama bingung melihat tingkah putri satu-satunya ini. Ferida tidak pernah menangis sebelumnya.

"Ferida sayang, ada apa Nak?"
"Mama, Ferida tak tahu apa yang melanda Ferida."
"Mengapa kamu menangis hebat seperti ini, Nak?"
"Mama, Ferida merasa sesak. Ga bisa napas. Rasanya kok begini ya Ma?"
"Bagaimana rasanya, sayang?"
"Sesak, sakit, mual, kepala Ferida pusing sekali. Ingin muntah tapi tak bisa. Susah bernapas."
"Oh ya? Lalu apa lagi?"
"Air mata Ferida ga bisa berhenti keluar, Ma. Kok begini ya? Seluruh tubuhku susah bergerak. Rasanya semua dunia gelap. Kelinci bilang mungkin Ferida sakit."
"Coba ceritakan kamu dari mana saja, dan sejak kapan kamu merasa tak enak badan begini..."

"Tadi sore, aku seperti biasa, bermain bersama teman-teman di padang rumput. Aku sudah membuat kue kering untuk kami makan bersama. Lalu datanglah mahluk itu, Ma. Aku memberikannya kue. Tapi ia tidak mau. Matanya terlihat sangat datar, tak seperti biasanya. Aku merasa dia berubah. Aku mencoba memeluknya, dan menciumnya, seperti yang biasa ia lakukan padaku. Tapi ia tak mau. Ia menolak. Ia bilang ia tak mau kesini menemuiku lagi."

"Lalu?"

"Entahlah Ma, tiba-tiba aku merasa sakit sekali. Dadaku sesak. Air mata jatuh. Hatiku bagai teriris pisau. Apakah aku sakit, Ma?"

"Kamu tahu mahluk apa dia? Sepertinya kamu sudah berbulan-bulan bermain bersamanya, apakah kamu bertanya siapa namanya?"

Ferida mengangguk perlahan. Air matanya terus mengalir deras, tubuhnya bergetar dengan sangat hebat. Ferida terus menjerit. "Mama, sesak sekali, sakit...."

"Sabar ya Sayang, nanti Mama akan membawamu ke dokter. Siapa nama mahluk itu, Ferida?"

"Ketika ia berpaling, ketika hanya punggungnya yang beranjak pergi, Ferida sempat bertanya, siapa namamu, setidaknya Ferida ingin mengenangnya, walaupun Ferida tak bisa bermain dan bercanda dengannya lagi, setidaknya Ferida ingin terus mengingat dia."

"Lalu?"

"Dia bilang..." Ferida terdiam sejenak.

"Orang menyebut saya Laki-Laki...."



-tamat-

Comments

Form for Contact Page (Do not remove)